Senin, 15 Desember 2014

Bab 1 - Ikhlas



BAB 1.
  باب الإخلاص وإحضارالنية
IKHLAS.

وعن أمير المؤمنين أبي حفص عمر بن الخطاب بن نفيل بن عبد العزى بن رياح بن قرط بن رزاح بن عدى بن لؤى ابن غالب القرشى العدوى‏.‏ رضي الله عنه، قال‏:‏ سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول‏:‏ ‏ "‏ إنما الأعمال بالنيات، وإنما لكل امرىء ما نوى فمن كانت هجرته إلى الله ورسوله فهجرته إلى الله ورسوله، ومن كانت هجرته لدنيا يصيبها، أو امرأة ينكحها فهجرته إلى ما هاجر إليه‏"‏ ‏(‏‏(‏متفق على صحته‏.‏ رواه إماما المحدثين‏:‏ أبو الحسين مسلم بن الحجاج بن مسلم القشيرى النيسابورى رضي الله عنهما في صحيحهما اللذين هما أصح الكتب المصنفة‏)‏‏)‏‏.‏

فى جميع الأعمال والاقوال البارزة والخفية

Keikhlasan Dan Menghadirkan Niat Dalam Segala Perbuatan, Ucapan Dan Keadaan Yang Nyata Dan Yang Samar.

Allah Ta'ala berfirman:
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
wamaa umiruu illaa liya'buduu allaaha mukhlishiina lahu alddiina hunafaa-a wayuqiimuu alshshalaata wayu/tuu alzzakaata wadzaalika diinu alqayyimati

"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus {1596}, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus."
(QS. Al-Bayyinah [98]:5)
{1596} Lurus berarti jauh dari syirik (mempersekutukan Allah) dan jauh dari kesesatan.

Allah Ta'ala berfirman pula:
نْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ كَذَلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ
lan yanaala allaaha luhuumuhaa walaa dimaauhaa walaakin yanaaluhu alttaqwaa minkum kadzaalika sakhkharahaa lakum litukabbiruu allaaha 'alaa maa hadaakum wabasysyiri almuhsiniina

"Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik." [1]
(QS. Al-Hajj [22]:37)
[1] Orang-orang di zaman Jahiliyah dulu jika menginginkan atau mengharapkan keridhaan Tuhan, mereka sembelihlah unta sebagai kurban, lalu darah unta itu disapukan pada dinding Baitullah atau Ka'bah. Kaum Muslimin hendak meniru perbualan mereka itu, lalu turunlah ayat sebagaimana di atas.

Allah Ta'ala berfirman pula:
قُلْ إِنْ تُخْفُوا مَا فِي صُدُورِكُمْ أَوْ تُبْدُوهُ يَعْلَمْهُ اللَّهُ وَيَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
qul in tukhfuu maa fii shuduurikum aw tubduuhu ya'lamhu allaahu waya'lamu maa fii alssamaawaati wamaa fii al-ardhi waallaahu 'alaa kulli syay-in qadiirun

Katakanlah - wahai Muhammad - [2]: "Jika kamu menyembunyikan apa yang ada dalam hatimu atau kamu melahirkannya, pasti Allah mengetahui". Allah mengetahui apa-apa yang ada di langit dan apa-apa yang ada di bumi. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
(QS. Ali Imran [3]:29)
[2] Semua uraian yang tertera antara - .... - adalah tambahan terjemahan dari kami sendiri untuk memudahkan pengertiannya dan gampang memahamkannya. Harap Maklum.


Narrated 'A'ishah (May Allah be pleased with her) reported:
Messenger of Allah (ﷺ) said, "An army will raid the Ka'bah and when it reaches a desert land, all of them will be swallowed up by the earth." She asked; "O Messenger of Allah! Why all of them?" He answered, "All of them will be swallowed by the earth but they will be raised for Judgement according to their intentions."
[Al-Bukhari and Muslim].
وعن أم المؤمنين أم عبد الله عائشة رضي الله عنها قالت‏:‏ قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ‏:‏ ‏"‏يغزو جيش الكعبة فإذا كانوا ببيداء من الأرض يخسف بأولهم وآخرهم‏"‏‏.‏ قالت‏:‏ قلت‏:‏ يارسول الله، كيف يخسف بأولهم وآخرهم وفيهم أسواقهم ومن ليس منهم‏!‏‏؟‏ قال‏:‏ ‏"‏يخسف بأولهم وآخرهم، ثم يبعثون على

Dari Amirul mu'minin Abu Hafs yaitu Umar bin Al-khaththab bin Nufail bin Abdul 'Uzza bin Riah bin Abdullah bin Qurth bin Razah bin 'Adi bin Ka'ab bin Luai bin Ghalib al-Qurasyi al-'Adawi radhiallahu ‘anhuma berkata: Saya mendengar

Rasulullah Shalallaahu 'Alayhi Wasallam bersabda [3]:
"Bahwasanya semua amal perbuatan itu dengan disertai niat-niatnya dan hanyasanya bagi setiap orang itu apa yang telah menjadi niatnya. Maka barangsiapa yang hijrahnya itu kepada Allah dan RasulNya, maka hijrahnya itupun kepada Allah dan RasulNya. Dan barangsiapa yang hijrahnya itu untuk harta dunia yang hendak diperolehinya, ataupun untuk seorang wanita yang hendak dikawininya, maka hijrahnyapun kepada sesuatu yang di maksud dalam hijrahnya itu."
[3] Saidina Umar bin Khaththab radhiallahu ‘anhuma itu adalah seorang khalifah dari golongan Rasyidin yang pertama kali menggunakan sebutan Amirul mu'minin pemimpin sekalian kaum mu'minin. Beliau adalah khalifah kedua sepeninggal Rasulullah Shalallaahu 'Alayhi Wasallam.

Panggilan Amirul mu'minin itu lalu dicontoh dan diteruskan oleh khalifah Usman dan Ali radhiallahu 'anhuma, juga oleh para khalifah Bani Umayyah, Bani Abbas dan selanjutnya. Jadi di zaman khalifah Abu Bakar sebutan di atas belum digunakan.

Adapun Abu Hafs itu adalah gelar kehormatan bagi Sayidina Umar radhiallahu ‘anhuma Abu artinya bapak, sedang hafs artinya singa. Beliau radhiallahu ‘anhuma memperoleh gelar Bapak Singa, sebab memang terkenal berani dalam segala hal, seperti dalam menghadapi musuh di medan perang, dalam menegakkan keadilan di antara seluruh rakyatnya dan tanpa pandang bulu dalam meneterapkan hukuman kepada siapapun. Ringkasnya yang salah pasti ditindak dengan keras, sedang yang teraniaya dibela dan dilindungi.
(Muttafaq [disepakati] atas keshahihannya Hadits ini)

Di riwayatkan oleh dua orang imam ahli Hadits, yaitu Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mughirah bin Bardizbah al-Ju'fi al-Bukhari, - lazim disingkat dengan Imam Bukhari saja - dan Al-Imam Abul Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi, - lazim disingkat dengan Imam Muslim saja - radhiallahu 'anhuma dalam ke dua kitab masing-masing yang ke duanya itu adalah seshahih-shahihnya kitab Hadits yang dikarangkan.

Keterangan:
Hadits di atas adalah berhubungan erat dengan persoalan niat. Rasulullah Shalallaahu 'Alayhi Wasallam menyabdakannya itu ialah karena di antara para sahabat Nabi Shalallaahu 'Alayhi Wasallam sewaktu mengikuti untuk berhijrah dari Makkah ke Madinah, semata-mata sebab terpikat oleh seorang wanita yakni Ummu Qais. Beliau Shalallaahu 'Alayhi Wasallam mengetahui maksud orang itu, lalu bersabda sebagaimana tersebut di atas.
Karena orang itu memperlihatkan sesuatu yang bertentangan dengan maksud yang terkandung dalam hatinya, meskipun demikian itu boleh saja, tetapi sebenarnya tidak patut sekali, sebab saat itu sedang dalam suasana yang amat genting dan rumit, maka ditegurlah secara terang-terangan oleh Rasulullah Shalallaahu 'Alayhi Wasallam.
Bayangkan, betapa anehnya orang yang berhijrah dengan tujuan memburu wanita yang ingin dikawin, sedang sahabat Beliau Shalallaahu 'Alayhi Wasallam yang lain-lain dengan tujuan menghindarkan diri dari amarah kaum kafir dan musyrik yang masih tetap berkuasa di Mekkah, hanya untuk kepentingan penyebaran agama dan keluhuran Kalimatullah. Bukankah tingkah-laku manusia sedemikian itu tidak patut sama-sekali.
Jadi oleh sebab niatnya sudah keliru, maka pahala hijrahnyapun kosong. Lain sekali dengan sahabat-sahabat Beliau Shalallaahu 'Alayhi Wasallam yang dengan keikhlasan hati bersusah payah menempuh jarak yang demikian jauhnya untuk menyelamatkan keyakinan kalbunya, pahalanyapun besar sekali kerana hijrahnya memang dimaksudkan untuk mengharapkan keridhaan Allah dan RasulNya.
Sekalipun datangnya Hadits itu mula-mula tertuju pada manusia yang salah niatnya ketika ia mengikuti hijrah, tetapi sifatnya adalah umum.
Para imam mujtahidin berpendapat bahwa suatu amalan itu sah dan diterima serta dapat dianggap sempurna apabila disertai niat. Niat itu ialah sengaja yang disembunyikan dalam hati, ialah seperti ketika mengambil air sembahyang atau wudhu', mandi shalat dan lain-lain sebagainya.
Perlu pula kita maklumi bahwa barang siapa berniat mengerjakan suatu amalan yang bersangkutan dengan ketaatan kepada Allah ia mendapatkan pahala. Demikian pula jikalau seseorang itu berniat hendak melakukan sesuatu yang baik, tetapi tidak jadi dilakukan, maka dalam hal ini orang itupun tetap juga menerima pahala. Ini berdasarkan Hadits yang berbunyi:
"Niat seseorang itu lebih baik daripada amalannya."
Maksud kalimat tersebut di atas, adalah apabila seseorang berniat akan sesuatu yang tidak jadi dilakukan sebab adanya halangan yang tidak dapat dihindarkan itu adalah lebih baik daripada melaksanakannya, tapi tanpa disertai niat apa-apa.
Hanya saja dalam menetapkan wajibnya niat atau tidaknya, agar amalan itu menjadi sah, maka ada perselisihan pendapat para imam mujtahidin.
Imam-imam Syafi'i, Maliki dan Hambali mewaibkan niat itu dalam segala amalan, baik yang berupa wasilah yakni perantaraan seperti wudhu', tayammum dan mandi wajib, atau dalam amalan yang berupa maqshad (tujuan) seperti shalat, puasa, zakat, haji dan umrah.
Tetapi Imam Hanafi hanya mewajibkan adanya niat itu dalam amalan yang berupa maqshad atau tujuan saja sedang dalam amalan yang berupa wasilah atau perantaraan tidak diwajibkan dan sudah dianggap sah.
Adapun dalam amalan yang berdiri sendiri, maka semua imam mujtahidin sependapat tidak perlunya niat itu, misalnya dalam membaca Al-Qur'an, menghilangkan najis, dan lain sebagainya.
Selanjutnya dalam amalan yang hukumnya mubah atau jawaz (yakni yang boleh dilakukan dan boleh pula tidak), seperti makan-minum, maka jika disertai niat agar kuat beribadat serta bertaqwa kepada Allah atau agar kuat bekerja untuk bekal dalam melakukan ibadat bagi dirinya sendiri dan keluarganya, tentulah amalan tersebut mendapat pahala, sedangkan kalau tidak disertai niat apa-apa, misalnya hanya supaya kenyang saja, maka kosonglah pahalanya.


 A'ishah (May Allah be pleased with her) narrated that the Prophet (ﷺ) said, "There is no emigration after the conquest (of Makkah) but only Jihad [(striving and fighting in the cause of Allah) will continue] and good intention.* So if you are summoned to fight, go forth."
[Al-Bukhari and Muslim].

وعن عائشة رضي الله عنها قالت قال النبي صلى الله عليه وسلم‏:‏ ‏ "‏ لا هجرة بعد الفتح، ولكن جهاد ونية، وإذا استفرتم فانفروا‏"‏ ‏(‏‏(‏متفق عليه‏)‏‏)‏‏.‏

Dari Ummul mu'minin yaitu ibunya - sebenarnya adalah bibinya - Abdullah yakni Aisyah radhiallahu  'anha, berkata: Saya mendengar

Rasulullah Shalallaahu 'Alayhi Wasallam bersabda:
"Ada sepasukan tentera yang hendak memerangi - menghancurkan - Ka'bah, kemudian setelah mereka berada di suatu padang dari tanah lapang lalu dibenamkan- dalam tanah tadi - dengan yang pertama sampai yang terakhir dari mereka semuanya."

Aisyah bertanya: "Saya berkata, wahai Rasulullah, bagaimanakah semuanya dibenamkan dari yang pertama sampai yang terakhir, sedang di antara mereka itu ada yang ahli pasaran - maksudnya para pedagang - serta ada pula orang yang tidak termasuk golongan mereka tadi - yakni tidak berniat ikut menggempur Ka'bah?"

Rasulullah Shalallaahu 'Alayhi Wasallam menjawab:
"Ya, semuanya dibenamkan dari yang pertama sampai yang terakhir, kemudian nantinya mereka itu akan diba'ats - dibangkitkan dari masingmasing kuburnya - sesuai niat-niatnya sendiri - untuk diterapi dosa atau tidaknya."

Disepakati atas Hadits ini (Muttafaq 'alaih) - yakni disepakati keshahihannya oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim - Lafaz di atas adalah menurut Imam Bukhari.


 ‏A'ishah (May Allah be pleased with her) narrated that the Prophet (ﷺ) said,
"There is no emigration after the conquest (of Makkah) but only Jihad [(striving and fighting in the cause of Allah) will continue] and good intention.* So if you are summoned to fight, go forth."
[Al-Bukhari and Muslim].

وعن عائشة رضي الله عنها قالت قال النبي صلى الله عليه وسلم‏:‏ ‏ "‏ لا هجرة بعد الفتح، ولكن جهاد ونية، وإذا استفرتم فانفروا‏"‏ ‏(‏‏(‏متفق عليه‏)‏‏)‏‏.‏

Dari Aisyah radhiallahu 'anha, berkata:

Nabi Shalallaahu 'Alayhi Wasallam bersabda:
"Tidak ada hijrah setelah pembebasan - Mekkah [4], tetapi yang ada ialah jihad dan niat. Maka dari itu, apabila engkau semua diminta untuk keluar - oleh imam untuk berjihad, - maka keluarlah – yakni berangkatlah."
(Muttafaq 'alaih)
[4] Sabda Rasulullah Shalallaahu 'Alayhi Wasallam: "Tidak ada hijrah setelah pembebasan - Makkah," oleh para alim-ulama dikatakan bahwa mengenai hijrah dari daerah harb atau perang yang dikuasai oleh orang kafir ke Darul Islam, yakni daerah yang dikuasai oleh orang-orang Islam adalah tetap ada sampai hari kiamat. Oleh sebab itu Hadits di atas diberikan penakwilannya menjadi dua macam:
Pertama: Tiada hijrah setelah dibebaskannya Makkah, sebab sejak saat itu Makkah telah menjadi sebagian dari Darul Islam atau Negara Islam, jadi tidak mungkin lagi akan terbayang tentang adanya hijrah setelah itu.
Kedua: Inilah yang merupakan pendapat tershahih, yaitu yang diartikan bahwa hijrah yang dianggap mulia yang diluntut, yang pengikutnya itu memperoleh keistimewaan yang nyata itu sudah terputus sejak dibebaskannya Makkah dan sudah lampau pula untuk mereka yang ikut berhijrah sebelum dibebaskannya Makkah itu, sebab dengan dibebaskan Makkah itu, Islam boleh dikata telah menjadi kokoh kuat dan perkasa, yakni suatu kekuatan dan keperkasaan yang nyata. Jadi lain sekali dengan sebelum dibebaskannya Makkah tersebut.

Maknanya: Tiada hijrah lagi dari Mekkah, sebab saat itu Mekkah telah menjadi pemukiman atau Negara Islam.

Adapun sabda beliau Shalallaahu 'Alayhi Wasallam yang menyebutkan:
"Tetapi yang ada adalah jihad dan niat," maksudnya ialah bahwa diperolehnya kebaikan dengan sebab hijrah itu telah terputus dengan dibebaskannya Makkah itu, tetapi sekalipun demikian masih pula dapat dicapai kebaikan tadi dengan berjihad dan niat yang shalih. Dalam Hadits di atas jelas diuraikan adanya perintah untuk suka berniat dalam melakukan kebaikan secara mutlak dan bahwa yang berniat itu sudah dapat memperoleh pahala dengan hanya keniatannya itu belaka.


 Jabir bin Abdullah Al-Ansari (May Allah be pleasedwith them) reported:
We accompanied the Prophet (ﷺ) in an expedition when he said, "There are some men in Al-Madinah who are with you wherever you march and whichever valley you cross. They have not joined you in person because of their illness." In another version he said: "They share the reward with you."
[Muslim].

It is narrated by Bukhari from Anas bin Malik (May Allah be pleased with him): We were coming back from the battle of Tabuk with the Prophet (ﷺ) when he remarked, "There are people whom we left behind in Al- Madinah who accompanied us in spirit in every pass and valley we crossed. They remained behind for a valid excuse."

وعن أبي عبد الله جابر بن عبد الله الأنصارى رضي الله عنهما قال‏:‏ كنا مع النبي صلى الله عليه وسلم في غزاةٍ فقال‏:‏ ‏"‏إن بالمدينة لرجالاً ماسرتم مسيراً، ولا قطعتم وادياً إلا كانوا معكم حبسهم المرض‏"‏ وفى رواية‏:‏ ‏"‏إلا شاركوكم في الأجر‏"‏ ‏(‏‏(‏رواه مسلم‏)‏‏)‏‏.‏
‏(‏‏(‏ورواه البخاري‏)‏‏)‏ عن أنس رضي الله عنه قال‏:‏ رجعنا من غزوة تبوك مع النبي صلى الله عليه وسلم فقال‏:‏ ‏"‏ إن أقواماً خلفنا بالمدينة ما سلكنا شعباً ولا وادياً إلا وهم معنا، حبسهم العذر‏"‏‏.‏


Dari Abu Abdillah yaitu Jabir bin Abdullah al-Anshari radhiallahu'anhuma, berkata: Kita berada beserta Nabi Shalallaahu 'Alayhi Wasallam dalam suatu peperangan - yaitu perang Tabuk - kemudian,

Beliau Shalallaahu 'Alayhi Wasallam bersabda:
"Sesungguhnya di Madinah itu ada beberapa orang lelaki yang engkau semua tidak menempuh suatu perjalanan dan tidak pula menyeberangi suatu lembah, melainkan orangorang tadi ada besertamu - yakni sama-sama memperoleh pahala - mereka itu terhalang oleh sakit - maksudnya andaikata tidak sakit pasti ikut berperang."

Dalam suatu riwayat dijelaskan: "Melainkan mereka - yang tertinggal itu - berserikat denganmu dalam hal pahalanya."
(HR. Muslim)

Hadits sebagaimana di atas, juga diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Anas radhiallahu ‘anhuma, Rasulullah Shalallaahu 'Alayhi Wasallam bersabda: "Kita kembali dari perang Tabuk beserta Nabi Shalallaahu 'Alayhi Wasallam, kemudian

Beliau bersabda:
"Sesungguhnya ada beberapa kaum yang kita tinggalkan di Madinah, tiada menempuh kita sekalian akan sesuatu lereng ataupun lembah, [5] melainkan mereka itu bersama-sama dengan kita jua -jadi memperoleh pahala seperti yang berangkat untuk berperang itu - mereka itu terhalang oleh sesuatu keuzuran."
[5] Syi'ib (lereng) yangdimaksudkan di sini ialah jalan didaerah pegunungan, sedang Wadi (lembah) ialah tempat yang di situ ada airnya mengalir.


Ma'n bin Yazid bin Akhnas (May Allah be pleased with them) (he, his father and his grandfather, all were Companions) reported:
My father set aside some dinars for charity and gave them to a man in the mosque. I went to that man and took back those dinars. He said: "I had not intended you to be given." So we went to Messenger of Allah (ﷺ), and put forth the matter before him. He said to my father, "Yazid, you have been rewarded for what you intended." And he said to me, "Ma'n, you are entitled to what you have taken."
[Al- Bukhari].

وعن أبي يزيد معن بن يزيد بن الأخنس رضي الله عنهم، وهو وأبوه وجده صحابيون، قال‏:‏ كان أبي يزيد أخرج دنانير يتصدق بها فوضعها عند رجل في المسجد فجئت فأخذتها فأتيته بها، فقال‏:‏ والله ما إياك أردت، فخاصمته إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال‏:‏ ‏ "‏ لك ما نويت يا يزيد، ولك ما أخذت يامعن‏"‏ ‏(‏‏(‏رواه البخاري‏)‏‏)‏‏.‏

Dari Abu Yazid yaitu Ma'an bin Yazid bin Akhnas radhiallahu 'anhum. Ia, ayahnya dan neneknya adalah  termasuk golongan sahabat semua. Kata saya: "Ayahku, yaitu Yazid mengeluarkan beberapa dinar yang dengannya ia bersedekah, lalu dinar-dinar itu ia letakkan di sisi seseorang di dalam masjid.

Saya - yakni Ma'an anak Yazid - datang untuk mengambilnya, kemudian saya menemui ayahku dengan dinar-dinar tadi. Ayah berkata: "Demi Allah, bukan engkau yang kukehendaki - untuk diberi sedekah itu." Selanjutnya hal itu saya adukan kepada Rasulullah Shalallaahu 'Alayhi Wasallam,

Lalu beliau bersabda:
"Bagimu adalah apa yang engkau niatkan hai Yazid – yakni bahwa engkau telah memperoleh pahala sesuai dengan niat sedekahmu itu - sedang bagimu adalah apa yang engkau ambil, hai Ma'an - yakni bahwa engkau boleh terus memiliki dinar-dinar tersebut, kerana juga sudah diizinkan oleh orang yang ada di masjid, yang dimaksudkan oleh Yazid tadi."
(HR. Bukhari)


Abu Ishaq Sa'd bin Abu Waqqas (May Allah be pleased with him) (one of the ten who had been given the glad tidings of entry into Jannah) narrated:
Messenger of Allah (ﷺ) visited me in my illness which became severe in the year of Hajjat-ul-Wada' (Farewell Pilgrimage). I said, "O Messenger of Allah, you can see the pain which I am suffering and I am a man of means and there is none to inherit from me except one daughter. Should I give two-thirds of my property in charity?" He (ﷺ) said, "No". I asked him, "Then half?" He said, "No". Then I asked, "Can I give away one-third". He said, "Give away one-third, and that is still too much. It is better to leave your heirs well-off than to leave them poor, begging people. You will not expend a thing in charity for the sake of Allah, but you will be rewarded for it; even the morsel of food which you feed your wife". I said, "O Messenger of Allah, would I survive my companions?" He said, "If you survive others and accomplish a thing for the sake of Allah, you would gain higher ranking and standing. You will survive them ... your survival will be beneficial to people (the Muslim) and harmful to others (the enemies of Islam). You will survive others till the people will derive benefit from you, and others would be harmed by you." Messenger of Allah (ﷺ) further said, "O Allah, complete for my Companions their emigration and do not cause them to retract." Sa'd bin Khaulah was unfortunate. Messenger of Allah (ﷺ) lamented his death as he died in Makkah.
[Al-Bukhari and Muslim].

وعن أبي إسحاق سعد بن أبي وقاص مالك بن أهيب بن عبد مناف بن زهرة بن كلاب بن مرة بن كعب بن لؤى القرش الزهرى رضي الله عنه، أحد العشرة المشهود لهم بالجنة، رضي الله عنهم، قال‏:‏ ‏ "‏ جاءنى رسول الله صلى الله عليه وسلم يعودنى عام حجة الوداع من وجع اشتد بى فقلت‏:‏ يارسول الله إني قد بلغ بى من الوجع ما ترى، وأنا ذو مال ولا يرثنى إلا ابنة لي، أفاتصدق بثلثى ما لي‏؟‏ قال‏:‏ لا، قلت‏:‏ فالشطر يارسول الله‏؟‏ فقال‏:‏ لا، قلت‏:‏ فالثلث يا رسول الله‏؟‏ قال الثلث والثلث كثير- أو كبير- إنك أن تذر ورثتك أغنياء خير من أن تذرهم عالة يتكففون الناس، وإنك لن تنفق نفقة تبتغى بها وجه الله إلا أجرت عليها حتى ما تجعل في فيّ امرأتك قال‏:‏ فقلت‏:‏ يارسول الله أخلف بعد أصحابي‏؟‏ قال‏:‏ إنك لن تخلف فتعمل عملا تبتغي بهوجه الله إلا ازددت به درجة ورفعةً، ولعلك أن تخلف حتى ينتفع بك أقوام ويضرّ بك آخرون‏.‏ اللهم امض لآصحابى هجرتهم، ولا تردهم على أعقابهم، لكن البائس سعد بن خولة‏"‏ يرثى له رسول الله صلى الله عليه وسلم أن مات بمكة‏.‏‏(‏‏(‏متفق عليه‏)‏‏)‏‏.‏

Dari Abu Ishak, yakni Sa'ad bin Abu Waqqash, yakni Malik bin Uhaib bin Abdu Manaf bin Zuhrah bin  Kilab bin Murrah bin Ka'ab bin Luai al-Qurasyi az-Zuhri radhiallahu ‘anhuma, yaitu salah satu dari sepuluh orang yang diberi kesaksian akan memperoleh surga radhiallahu 'anhum, katanya:

Rasulullah Shalallaahu 'Alayhi Wasallam datang padaku untuk menjengukku pada tahun haji wada' - yakni haji Rasulullah Shalallaahu 'Alayhi Wasallam yang terakhir dan sebagai haji pamitan - karena kesakitan yang menimpa diriku, lalu saya berkata: "Ya Rasulullah, sesungguhnya saja kesakitanku ini telah mencapai sebagaimana keadaan yang Tuan ketahui, sedang saya adalah seorang yang berharta dan tiada yang mewarisi hartaku itu melainkan seorang puteriku saja. Maka itu apakah dibenarkan sekiranya saya bersedekah dengan dua pertiga hartaku?"

Beliau menjawab:
"Tidak dibenarkan."

Saya berkata pula: "Separuh hartaku ya Rasulullah?"

Beliau bersabda:
"Tidak dibenarkan juga."

Saya berkata lagi: "Sepertiga, bagaimana ya Rasulullah?"

Beliau lalu bersabda:
"Ya, sepertiga boleh dan sepertiga itu sudah banyak atau sudah besar jumlahnya. Sesungguhnya jikalau engkau meninggalkan para ahli warismu dalam keadaan kaya-kaya, maka itu adalah lebih baik daripada engkau meninggalkan mereka dalam keadaan miskin meminta-minta pada orang banyak. Sesungguhnya tiada sesuatu nafkah yang engkau berikan dengan niat untuk mendapatkan keridhaan Allah, melainkan engkau pasti akan diberi pahalanya, sekalipun sesuatu yang engkau berikan untuk makanan isterimu."

Abu Ishak meneruskan uraiannya: Saya berkata lagi: "Apakah saya ditinggalkan - di Makkah - setelah kepulangan sahabat-sahabatku itu?"

Beliau menjawab:
"Sesungguhnya engkau itu tiada ditinggalkan, kemudian engkau melakukan suatu amalan yang engkau maksudkan untuk mendapatkan keridhaan Allah, melainkan engkau malahan bertambah derajat dan keluhurannya. Barangkali sekalipun engkau ditinggalkan - karena usia masih panjang lagi -, tetapi nantinya akan ada beberapa kaum yang dapat memperoleh kemanfaatan dari hidupmu itu - yakni sesama kaum Muslimin, baik manfaat duniawiyah atau ukhrawiyah - dan akan ada kaum lain-lainnya yang memperoleh bahaya dengan sebab masih hidupmu tadi, yakni kaum kafir."

Sebab menurut riwayat Abu Ishak ini tetap hidup sampai dibebaskannya Irak dan lain-lainnya, lalu diangkat sebagai gubernur di situ dan menjalankan hak dan keadilan. Ya Allah, sempurnakanlah pahala untuk sahabat-sahabatku dalam hijrah mereka itu dan janganlah engkau balikkan mereka pada tumit-tumitnya, yakni menjadi murtad kembali sepeninggalnya nanti. Tetapi yang miskin - rugi - itu ialah Sa'ad bin Khaulah.”

Rasulullah Shalallaahu 'Alayhi Wasallam merasa sangat kasihan padanya sebab matinya di Makkah.
(Muttafaq 'alaih)

Keterangan:
Sa'ad bin Khaulah itu dianggap sebagai orang yang miskin dan rugi, kerana menurut riwayat ia tidak mengikuti hijrah dari Makkah, jadi rugi kerana tidak ikutnya hijrah tadi.
Sebagian riwayat yang lain mengatakan bahwa ia sudah mengikuti hijrah, bahkan pernah mengikuti perang Badar pula, tetapi akhirnya ia kembali ke Makkah dan terus wafat di situ sebelum dibebaskannya Makkah saat itu. Maka ruginya ialah kerana lebih sukanya kepada Makkah sebagai tempat akhir hayatnya, padahal masih di bawah kekuasaan kaum kafir.
Ada lagi riwayat yang menyebutkan bahwa ia pernah pula mengikuti hijrah ke Habasyah, mengikuti pula perang Badar, kemudian meninggal di Makkah pada waktu haji wada' tahun 10, ada lagi yang meriwayatkan matinya itu pada tahun 7 di waktu perletakan senjata antara kaum Muslimin dan kaum kafir.
Jadi kerugiannya di sini ialah kerana ia mati di Makkah itu, kerana kehilangan pahala yang sempurna yakni sekiranya ia mati di Madinah, tempat ia berhijrah yang dimaksudkan semata-mata sebab Allah Ta'ala belaka.


Abu Hurairah (May Allah be pleased with him) narrated:
Messenger of Allah (ﷺ) said, "Allah does not look at your figures, nor at your attire but He looks at your hearts and accomplishments".
[Muslim].

وعن أبي هريرة عبد الرحمن بن صخر رضي الله عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم‏:‏
‏ "‏ إن الله لا ينظر إلى أجسامكم ، ولا إلى صوركم، ولكن ينظر إلى قلوبكم وأعمالكم‏"‏ ‏(‏‏(‏رواه مسلم‏)‏‏)‏‏.‏

Dari Abu Hurairah, yaitu Abdur Rahman bin Shakhr radhiallahu ‘anhuma, katanya:

Rasulullah Shalallaahu 'Alayhi Wasallam bersabda:
"Sesungguhnya Allah Ta'ala itu tidak melihat kepada tubuh-tubuhmu, tidak pula kepada bentuk rupamu, tetapi Dia melihat kepada hati-hatimu sekalian."
(HR. Muslim)


Abu Musa Al-Ash'ari (May Allah be pleased with him) reported that Messenger of Allah (ﷺ) was asked about who fights in the battlefield out of valour, or out of zeal, or out of hypocrisy, which of this is considered as fighting in the cause of Allah? He said:
"He who fights in order that the Word of Allah remains the supreme, is considered as fighting in the cause of Allah".
[al-Bukhari and Muslim].

وعن أبي موسى عبد الله بن قيس الأشعرى رضي الله عنه قال‏:‏ سئل رسول الله صلى الله عليه وسلم عن الرجل يقاتل شجاعة، ويقاتل حميةً، ويقاتل رياء، أى ذلك في سبيل الله‏؟‏ فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم‏:‏ ‏ "‏ من قاتل لتكون كلمة الله هى العليا فهو في سبيل الله‏"‏ ‏(‏‏(‏متفق عليه‏)‏‏)‏‏.‏

Dari Abu Musa, yakni Abdullah bin Qais al-Asy'ari radhiallahu ‘anhuma, katanya: "Rasulullah Shalallaahu 'Alayhi Wasallam ditanya perihal seseorang yang berperang dengan tujuan menunjukkan keberanian, ada lagi yang berperang dengan tujuan kesombongan - ada yang artinya kebencian - ada pula yang berperang dengan tujuan pameran - menunjukkan pada orang-orang lain kerana ingin berpamer. Manakah di antara semua itu yang termasuk dalam jihad fi-sabilillah?

Rasulullah Shalallaahu 'Alayhi Wasallam menjawab:
"Barangsiapa yang berperang dengan tujuan agar kalimat Allah - Agama Islam - itulah yang luhur, maka ia disebut jihad fi-sabilillah."
(Muttafaq 'alaih)

Keterangan:
Hadits di atas dengan jelas menerangkan semua amal perbuatan itu hanya dapat dinilai baik, jika baik pula niat yang terkandung dalam hati orang yang melakukannya.
Selain itu dijelaskan pula bahwa keutamaan yang nyata bagi orang-orang yang berjihad melawan musuh di medan perang itu semata-mata dikhususkan untuk mereka yang berjihad fisabilillah, yakni tiada maksud lain kecuali untuk meluhurkan kalimat Allah, yaitu Agama Islam.


Abu Bakrah Ath-Thaqafi (May Allah be pleased with him) reported:
The Prophet (ﷺ) said: "When two Muslims are engaged in a combat against each other with their sword's and one is killed, both are doomed to Hell". I said, "O Messenger of Allah! As to the one who kills, it is understandable, but why the slain one?" He (ﷺ) replied: "He was eager to kill his opponent".
[Al-Bukhari and Muslim].

وعن أبي بكرة نفيع بن الحارث الثقفى رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال‏:‏ ‏"‏إذ التقى المسلمان بسيفيهما فالقاتل والمقتول في النار‏"‏ قلت يارسول الله، هذا القاتل فما بال المقتول‏؟‏ قال‏:‏ ‏"‏إنه كان حريصاً على قتل صاحبه‏"‏ ‏(‏‏(‏متفق عليه‏)‏‏)‏‏.‏

Dari Abu Bakrah, yakni Nufai' bin Haris as-Tsaqafi radhiallahu ‘anhuma, bahwasanya

Nabi Shalallaahu 'Alayhi Wasallam bersabda:
"Apabila dua orang Muslim berhadap-hadapan dengan membawa masing-masing pedangnya - dengan maksud ingin berbunuh-bunuhan - maka yang membunuh dan yang terbunuh itu semua masuk di dalam neraka."

Saya bertanya: "Ini yang membunuh - patut masuk neraka - tetapi bagaimanakah halnya orang yang terbunuh - yakni mengapa ia masuk neraka pula?"

Rasulullah Shalallaahu 'Alayhi Wasallam menjawab:
"Karena sesungguhnya orang yang terbunuh itu juga ingin sekali hendak membunuh kawannya."
(Muttafaq 'alaih)


Abu Hurairah (May Allah be pleased with him) reported that:
The Messenger of Allah (ﷺ) said: "The reward for Salat performed by a person in congregation is more than 20 times greater than that of the Salat performed in one's house or shop. When one performs Wudu' perfectly and then proceeds to the mosque with the sole intention of performing Salat, then for every step he takes towards the mosque, he is upgraded one degree in reward and one of his sins is eliminated until he enters the mosque, and when he enters the mosque, he is considered as performing Salat as long as it is the Salat which prevents him (from leaving the mosque); and the angels keep on supplicating Allah for him as long as he remains in his place of prayer. They say: 'O Allah! have mercy on him; O Allah! forgive his sins; O Allah! accept his repentance'. This will carry on as long as he does not pass wind".
[Al-Bukhari and Muslim].

وعن أبي هريرة رضي الله عنه قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ‏:‏ ‏"‏صلاة الرجل في جماعة تزيد على صلاته في سوقه وبيته بضعاً وعشرين درجه وذلك أن أحدهم إذا توضأ فأحسن الوضوء ثم أتى المسجد لا يريد إلا الصلاة، لا ينهزه إلا الصلاة، لم يخط خطوة إلا رفع له بها درجة، وحط عنه بها خطيئة حتى يدخل المسجد، فإذا دخل المسجد كان في الصلاة ما كانت الصلاة هى تحبسه، والملائكة يصلون على أحدكم ما دام في مجلسه الذى صلى فيه، ما لم يحدث فيه‏"‏ ‏(‏‏(‏متفق عليه، وهذا لفظ مسلم‏)‏‏)‏‏.‏ وقوله صلى الله عليه وسلم‏:‏ (2)


Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhuma, katanya: "

Rasulullah Shalallaahu 'Alayhi Wasallam bersabda:
"Shalatnya seseorang lelaki dengan berjamaah itu melebihi shalatnya di pasar atau rumahnya - secara sendirian atau munfarid - dengan duapuluh lebih - tiga sampai sembilan tingkat derajatnya. Yang sedemikian itu ialah kerana apabila seseorang itu berwudhu' dan memperbaguskan cara wudhu'nya, kemudian mendatangi masjid, tidak menghendaki ke masjid itu melainkan hendak bersembahyang, tidak pula ada yang menggerakkan kepergiannya ke masjid itu kecuali hendak shalat, maka tidaklah ia melangkahkan kakinya selangkah kecuali ia dinaikkan tingkatnya sederajat dan kerana itu pula dileburlah satu kesalahan daripadanya - yakni tiap selangkah tadi - sehingga ia masuk masjid. Apabila ia telah masuk ke dalam masjid, maka ia memperoleh pahala seperti dalam keadaan shalat, selama memang shalat itu yang menyebabkan ia bertahan di dalam masjid tadi, juga para malaikat mendoakan untuk mendapatkan kerahmatan Tuhan pada seseorang dari engkau semua, selama masih berada di tempat yang ia bersembahyang disitu. Para malaikat itu berkata: "Ya Allah, kasihanilah orang ini; wahai Allah, ampunilah ia; ya Allah, terimalah taubatnya."

Hal sedemikian ini selama orang tersebut tidak berbuat buruk -yakni berkata-kata soal keduniaan, mengumpat orang lain, memukul dan lain-lain - dan juga selama ia tidak berhadas - yakni tidak batal wudhu'nya.
(Muttafaq 'alaih).

Dan yang tersebut di atas adalah menurut lafaznya Imam Muslim. Sabda Nabi Shalallaahu 'Alayhi Wasallam: Yanhazu dengan fathahnya ya' dan ha' serta dengan menggunakan zai, artinya: mengeluarkannya dan menggerakkannya.


'Abdullah bin 'Abbas (May Allah be pleased with them) reported:
Messenger of Allah (ﷺ) said that Allah, the Glorious, said: "Verily, Allah (SWT) has ordered that the good and the bad deeds be written down. Then He explained it clearly how (to write): He who intends to do a good deed but he does not do it, then Allah records it for him as a full good deed, but if he carries out his intention, then Allah the Exalted, writes it down for him as from ten to seven hundred folds, and even more. But if he intends to do an evil act and has not done it, then Allah writes it down with Him as a full good deed, but if he intends it and has done it, Allah writes it down as one bad deed".
[Al-Bukhari and Muslim].

وعن أبي العباس عبد الله بن عباس بن عبد المطلب رضي الله عنهما، عن رسول الله، صلى الله عليه وسلم، فيما يروى عن ربه، تبارك وتعالى قال‏:‏ ‏ "‏ إن الله كتب الحسنات والسيئات ثم بين ذلك‏:‏ فمن همّ بحسنة فلم يعملها كتبها الله تبارك وتعالى عنده حسنة كاملة، وإن هم بها فعملها كتبها الله عشر حسنات إلى سبعمائه ضعف إلى أضعاف كثيرة، وإن هم بسيئة فلم يعملها كتبها الله عنده حسنة كاملة، وإن همّ بها فعملها كتبها الله سيئة واحدة ‏"‏ ‏(‏‏(‏متفق عليه‏)‏‏)‏‏.‏


11. Dari Abul Abbas, yaitu Abdullah bin Abbas bin Abdul Muththalib, radhiallahu 'anhuma dari Rasulullah Shalallaahu 'Alayhi Wasallam dalam suatu uraian yang diceriterakan dari Tuhannya Tabaraka wa Ta'ala -

Hadits semacam ini disebut Hadits Qudsi - bersabda:
"Sesungguhnya Allah Ta'ala itu mencatat semua kebaikan dan keburukan, kemudian menerangkan yang sedemikian itu - yakni mana-mana yang termasuk hasanah dan mana-mana yang termasuk sayyiah. Maka barangsiapa yang berkehendak mengerjakan kebaikan, kemudian tidak jadi melakukannya, maka dicatatlah oleh Allah yang Maha Suci dan Tinggi sebagai suatu kebaikan yang sempurna di sisiNya, dan barangsiapa berkehendak mengerjakan kebaikan itu kemudian jadi melakukannya, maka dicatatlah oleh Allah sebagai sepuluh kebaikan di sisiNya, sampai menjadi tujuh ratus kali lipat, bahkan dapat sampai menjadi berganda-ganda yang amat banyak sekali.
Selanjutnya barangsiapa yang berkehendak mengerjakan keburukan kemudian tidak jadi melakukannya maka dicatatlah oleh Allah Ta'ala sebagai suatu kebaikan yang sempurna di sisiNya dan barangsiapa yang berkehendak mengerjakan keburukan itu kemudian jadi melakukannya, maka dicatatlah oleh Allah Ta'ala sebagai satu keburukan saja di sisiNya.
"
(Muttafaq 'alaih)

Keterangan:
Hadis di atas menunjukkan besarnya kerahmatan Allah Ta'ala kepada kita semua sebagai ummatnya Nabi Muhammad Shalallaahu 'Alayhi Wasallam. Renungkanlah wahai saudaraku. Semoga kami dan anda diberi taufik (pertolongan) oleh Allah hingga dapat menginsafi kebesaran belas-kasihan Allah dan fikirkanlah kata-kata ini.
Ada perkataan Indahuu (bagiNya), inilah suatu tanda kesungguhan Allah dalam memperhatikannya itu. Juga ada perkataan kaamitah (sempurna), ini adalah untuk mengokohkan artinya dan sangat perhatian padanya.
Dan Allah berfirman di dalam kejahatan yang disengaja (di-maksud) akan dilakukan, tetapi tidak jadi dilakukan, bagi Allah ditulis menjadi satu kebaikan yang sempurna dikokohkan dengan kata-kata "sempurna". Dan kalau jadi dilakukan, ditulis oleh Allah "satu kejahatan saja" dikokohkan dengan kata-kata "satu saja" untuk menunjukkan kesedikitannya, dan tidak dikokohkan dengan kata-kata "sempurna".
Maka bagi Allah segenap puji dan karunia. Maha Suci Allah, tidak dapat kita menghitung pujian atasNya. Dan dengan Allah jualah adanya pertolongan.


'Abdullah bin 'Umar bin Al-Khattab (May Allah be pleased with them) narrated that:
He heard Messenger of Allah (ﷺ) as saying: "Three men, amongst those who came before you, set out until night came and they reached a cave, so they entered it. A rock fell down from the mountain and blocked the entrance of the cave. They said: 'Nothing will save you from this unless you supplicate to Allah by virtue of a righteous deed you have done.' Thereupon, one of them said: 'O Allah! I had parents who were old, and I used to offer them milk before any of my children or slaves. One day, I went far away in search of grazing and could not come back until they had slept. When I milked as usual and brought the drink I found them both asleep. I hated to disturb them and also disliked to give milk to my children before them. My children were crying out of hunger at my feet but I awaited with the bowl in my hand for them to wake up. When they awoke at dawn, they drank milk. O Allah! If I did so to seek Your Pleasure, then deliver us from the distress caused by the rock'. The rock moved slightly but they were unable to escape. The next said: 'O Allah! I had a cousin whom I loved more than any one else (in another version he said: as a man can love a woman). I wanted to have sexual intercourse with her but she refused. Hard pressed in a year of famine, she approached me. I gave her one hundred and twenty dinars on condition that she would yield herself to me. She agreed and when we got together (for sexual intercourse), she said: Fear Allah and do not break the seal unlawfully. I moved away from her in spite of the fact that I loved her most passionately; and I let her keep the money I had given her. O Allah! If I did that to seek Your Pleasure, then, remove the distress in which we are.' The rock moved aside a bit further but they were still unable to get out. The third one said: 'O Allah! I hired some labourers and paid them their wages except one of them departed without taking his due. I invested his money in business and the business prospered greatly. After a long time, he came to me and said: O slave of Allah! Pay me my dues. I said: All that you see is yours - camels, cattle, goats and slaves. He said: O slave of Allah! Do not mock at me. I assured him that I was not joking. So he took all the things and went away. He spared nothing. O Allah! If I did so seeking Your Pleasure, then relieve us of our distress.' The rock slipped aside and they got out walking freely".
[Al-Bukhari and Muslim].

وعن أبي عبد الرحمن عبد الله بن عمر بن الخطاب، رضي الله عنهما قال‏:‏ سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول‏:‏ ‏"‏ انطلق ثلاثة نفر ممن كان قبلكم حتى آواهم المبيت إلى غار فدخلوه، فانحدرت صخرة من الجبل فسدت عليهم الغار، فقالوا‏:‏ إنه لا ينجيكم من هذه الصخرة إلا أن تدعوا الله بصالح أعمالكم‏.‏ قال رجل منهم‏:‏ اللهم كان لي أبوان شيخان كبيران، وكنت لا أغبق قبلهما أهلاً ولا مالاً‏.‏ فنأى بى طلب الشجر يوماً فلم أرح عليهما حتى ناما فحلبت لهما غبوقهما فوجدتهما نائمين فكرهت أن أوقظهما وأن أغبق قبلهما أهلاً أو مالاً، فلبثت- والقدح على يدى- أنتظر استيقاظهما حتى برق الفجر والصبية يتضاغون عند قدمى- فاستيقظا فشربا غبوقهما‏.‏ اللهم إن كنت فعلت ذلك ابتغاء وجهك ففرج عنا ما نحن فيه من هذه الصخرة، فانفرجت شيئاً لا يستطيعون الخروج منه‏.‏ قال الآخر‏:‏ اللهم إنه كانت لي ابنة عم كانت أحب الناس إلىّ ‏"‏ وفى رواية‏:‏ ‏"‏كنت أحبها كأشد ما يحب الرجال النساء، فأردتها على نفسها فامتنعت منى حتى ألمّت بها سنة من السنين فجاءتنى فأعطيتها عشرين ومائة دينار على أن تخلى بينى وبين نفسها ففعلت، حتى إذا قدرت عليها‏"‏ وفى رواية‏:‏ ‏"‏فلما قعدت بين رجليها، قالت‏:‏ اتق الله ولا تفض الخاتم إلا بحقه، فانصرفت عنها وهى أحب الناس إلى وتركت الذهب الذى أعطيتها، اللهم إن كنت فعلت ذلك ابتغاء وجهك فافرج عنا ما نحن فيه، فانفرجت الصخرة غير أنهم لا يستطيعون الخروج منها‏.‏ وقال الثالث‏:‏ اللهم استأجرت أجراء وأعطيتهم أجرهم غير رجل واحد ترك الذى له وذهب، فثمرت أجره حتى كثرت منه الأموال، فجاءنى بعد حين فقال‏:‏ يا عبد الله أدّ إلى أجرى، فقلت‏:‏ كل ما ترى من أجرك‏:‏ من الإبل والبقر والغنم والرقيق‏.‏ فقال‏:‏ يا عبد الله لا تستهزئ بى‏!‏ فقلت‏:‏ لا أستهزئ بك، فأخذه كله فاستاقه فلم يترك منه شيئاً، اللهم إن كنتُ فعلت ذلك ابتغاء وجهك فافرج عنا ما نحن فيه، فانفرجت الصخرة فخرجوا يمشون‏"‏ ‏(‏‏(‏متفق عليه‏)‏‏)‏‏.‏

Dari Abu Abdur Rahman, yaitu Abdullah bin Umar bin al-Khaththab radhiallahu 'anhuma, katanya: Saya mendengar

Rasulullah Shalallaahu 'Alayhi Wasallam bersabda:
"Ada tiga orang dari golongan orang-orang sebelummu sama berangkat bepergian, sehingga terpaksalah untuk menempati sebuah gua guna bermalam, kemudian merekapun memasukinya.
Tiba-tiba jatuhlah sebuah batu besar dari gunung lalu menutup gua itu atas mereka. Mereka berkata bahwasanya tidak ada yang dapat menyelamatkan engkau semua dari batu besar ini melainkan jikalau engkau semua berdoa kepada Allah Ta'ala dengan menyebutkan perbuatanmu yang baik-baik.
Seorang dari mereka itu berkata: "Ya Allah. Saya mempunyai dua orang tua yang sudah tua-tua serta lanjut usianya dan saya tidak pernah memberi minum kepada siapapun sebelum keduanya itu, baik kepada keluarga ataupun hamba sahaya. Kemudian pada suatu hari amat jauhlah saya mencari kayu - yang dimaksud daun-daunan untuk makanan ternak. Saya belum lagi pulang pada kedua orang tua itu sampai mereka tertidur. Selanjutnya sayapun terus memerah minuman untuk keduanya itu dan keduanya saya temui telah tidur.
Saya enggan untuk membangunkan mereka ataupun memberikan minuman kepada seseorang sebelum keduanya, baik pada keluarga atau hamba sahaya. Seterusnya saya tetap dalam keadaan menantikan bangun mereka itu terus-menerus dan gelas itu tetap pula di tangan saya, sehingga fajarpun menyingsinglah, Anak-anak kecil sama menangis kerana kelaparan dan mereka ini ada di dekat kedua kaki saya.
Selanjutnya setelah keduanya bangun lalu mereka minum minumannya. Ya Allah, jikalau saya mengerjakan yang sedemikian itu dengan niat benar-benar mengharapkan keridhaanMu, maka lapanglah kesukaran yang sedang kita hadapi dari batu besar yang menutup ini."
Batu besar itu tiba-tiba membuka sedikit, tetapi mereka belum lagi dapat keluar dari gua.
Yang lain berkata: "Ya Allah, sesungguhnya saya mempunyai seorang anak paman wanita - jadi sepupu wanita - yang merupakan orang yang tercinta bagiku dari sekalian manusia - dalam sebuah riwayat disebutkan: Saya mencintainya sebagai kecintaan orangorang lelaki yang amat sangat kepada wanita - kemudian saya menginginkan dirinya, tetapi ia menolak kehendakku itu, sehingga pada suatu tahun ia memperoleh kesukaran.
lapun mendatangi tempatku, lalu saya memberikan seratus duapuluh dinar padanya dengan syarat ia suka menyendiri antara tubuhnya dan antara tubuhku -maksudnya suka dikumpuli dalam seketiduran. Ia berjanji sedemikian itu.
Setelah saya dapat menguasai dirinya - dalam sebuah riwayat lain disebutkan: Setelah saya dapat duduk di antara kedua kakinya - sepupuku itu lalu berkata: "Takutlah engkau pada Allah dan jangan membuka cincin - maksudnya cincin di sini adalah kemaluan, maka maksudnya ialah jangan melenyapkan kegadisanku ini - melainkan dengan haknya - yakni dengan perkawinan yang sah -, lalu sayapun meninggalkannya, sedangkan ia adalah yang amat tercinta bagiku dari seluruh manusia dan emas yang saya berikan itu saya biarkan dimilikinya.
Ya Allah, jikalau saya mengerjakan yang sedemikian dengan niat untuk mengharapkan keridhaanMu, maka lapangkanlah kesukaran yang sedang kita hadapi ini." Batu besar itu kemudian membuka lagi, hanya saja mereka masih juga belum dapat keluar dari dalamnya.
Orang yang ketiga lalu berkata: "Ya Allah, saya mengupah beberapa kaum buruh dan semuanya telah kuberikan upahnya masing-masing, kecuali seorang lelaki. Ia meninggalkan upahnya dan terus pergi. Upahnya itu saya perkembangkan sehingga bertambah banyaklah hartanya tadi.
Sesudah beberapa waktu, pada suatu hari ia mendatangi saya, kemudian berkata: Hai hamba Allah, tunaikanlah sekarang upahku yang dulu itu. Saya berkata: Semua yang engkau lihat ini adalah berasal dari hasil upahmu itu, baik yang berupa unta, lembu dan kambing dan juga hamba sahaya. Ia berkata: Hai hamba Allah, janganlah engkau memperolok-olokkan aku. Saya menjawab: Saya tidak memperolok-olokkan engkau. Kemudian orang itupun mengambil segala yang dimilikinya. Semua digiring dan tidak seekorpun yang ditinggalkan.
Ya Allah, jikalau saya mengerjakan yang sedemikian ini dengan niat mengharapkan keridhaanMu, maka lapangkanlah kami dari kesukaran yang sedang kami hadapi ini. Batu besar itu lalu membuka lagi dan merekapun keluar dari gua itu.
"
(Muttafaq 'alaih)

Keterangan:
Ada beberapa kandungan yang penting-penting dalam Hadis di atas, yaitu:
  • Kita disunnahkan berdoa kepada Allah di kala kita sedang dalam keadaan yang sulit, misalnya mendapatkan malapetaka, kekurangan rezeki dalam kehidupan, sedang sakit dan lain-lain.
  • Kita disunnahkan bertawassul dengan amal perbuatan kita sendiri yang shalih, agar kesulitan itu segera lenyap dan diganti dengan kelapangan oleh Allah Ta'ala.
Bertawassul artinya membuat perantaraan dengan amal shalih itu, agar permohonan kita dikabulkan olehNya. Bertawassul dengan cara seperti ini tidak ada seorang ulamapun yang tidak membolehkan. Jadi beliau-beliau itu sependapat tentang bolehnya.
Juga tidak diperselisihkan oleh para alim-ulama perihal bolehnya bertawassul dengan orang shalih yang masih hidup, sebagai-mana yang dilakukan oleh Sayidina Umar radhiallahu ‘anhuma dengan bertawassul kepada Sayidina Abbas, agar hujan segera diturunkan.
Yang diperselisihkan ialah jikalau kita bertawassul dengan orang-orang shalih yang sudah wafat, maksudnya kita memohonkan sesuatu kepada Allah Ta'ala dengan perantaraan beliau-beliau yang sudah di dalam kubur agar ikut membantu memohonkan supaya doa kita dikabulkan. Sebagian alim-ulama ada yang membolehkan dan sebagian lagi tidak membolehkan.
Jadi bukan orang-orang shalih itu yang dimohoni, tetapi yang dimohoni tetap Allah Ta'ala jua, tetapi beliau-beliau dimohon untuk ikut membantu mendoakan saja. Kalau yang dimohoni itu orang-orang yang sudah mati, sekalipun bagaimana juga shalihnya, semua alim-ulama Islam sependapat bahwa perbuatan sedemikian itu haram hukumnya. Sebab hal itu termasuk syirik atau menyekutukan sesuatu dengan Allah Ta'ala yang Maha Kuasa Mengabulkan segala permohonan.
Namun demikian hal-hal seperti di atas hanya merupakan soal-soal furu'iyah (bukan akidah pokok), maka jangan hendaknya menyebabkan retaknya persatuan kita kaum Muslimin.
 Klik Di Sini
•[Daftar Isi]• [Bab 2]•
kx2bab-eaxeexka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar